Pernahkah Anda mendengar kisah seorang perempuan usia produktif di Denpasar yang tak hanya memanfaatkan bantuan subsidi upah untuk modal usaha kecil, tetapi juga giat meneliti jam masuk sekolah pasca pandemi, sambil sesekali bertaruh di Sakura Fortune Pragmatic Play? Mungkin ini terdengar campur aduk, tapi bagi Bu Nini, semuanya punya tujuannya masing-masing—mulai dari menghidupkan usaha pisang goreng hingga memahami dinamika pendidikan baru dan mencari ketenangan bermain game.
Namanya Ni Made Nini, seorang ibu tunggal berumur 28 tahun yang tinggal di Denpasar Selatan. Di tengah pandemi, ia kehilangan pekerjaan sebagai asisten di sebuah workshop kriya. Beruntung, ia mendapat bantuan subsidi upah dari pemerintah, yang disalurkan khusus untuk perempuan berusia produktif agar bisa memulai usaha. Dengan dana itu, ia membuka usaha kecil menjual pisang goreng kremes dan sambal matah keliling perumahan.
Namun, di balik usaha kulinernya, Nini juga punya rasa ingin tahu: bagaimana pola jam masuk sekolah anak-anak berubah setelah pembelajaran daring selama pandemi? Sambil berkeliling dengan gerobak, ia mencatat jadwal jam masuk dan pulang anak di sekitar lingkungannya. Di malam hari, setelah mengurus gerobak dan saham bahan dagangan, ia memanjakan diri bermain Sakura Fortune Pragmatic Play, berharap meraih kemenangan kecil yang bisa membantu menambah modal usaha.
1. Dari Kehilangan Pekerjaan hingga Harapan Usaha Baru
Pada awal 2021, Denpasar sepi. Pariwisata yang menjadi andalan Bali lumpuh total. Nini yang bekerja di workshop kriya batik mendadak harus pulang tanpa kompensasi. Ia sempat putus asa hingga mendengar informasi tentang bantuan subsidi upah untuk perempuan produktif. Tanpa ragu, ia mengurus dokumen dan mengikuti pelatihan singkat dari dinas koperasi.
Dengan bantuan itu, ia membeli kompor portable, wajan, pisang raja, dan bumbu sambal matah. Ide jualan keliling muncul karena ia tidak punya modal untuk kontrak tempat makan. Gerobak sederhana pun dibuat oleh saudara sepupunya yang tukang kayu. “Modal kecil tapi semangat besar,” katanya suatu sore sambil mengecek stok daun pisang yang siap bungkus.
Hari pertama jualan, ia keliling perumahan di Denpasar Timur. Warga menyambut hangat, karena selain pisang goreng renyah, sambal matahnya juga menggoda lidah. Meski keuntungan belum banyak, Nini merasa ini awal yang baik. Dalam hati ia berjanji: “Aku ingin usaha ini bertahan lama dan memberi manfaat bagi keluarga kecilku.”
2. Meneliti Dinamika Jam Masuk Sekolah Pasca Pandemi
Ketika pikiran mulai penat dari kegiatan jualan, Nini menyempatkan diri berdiskusi dengan beberapa orang tua di pojok warung kopi. Mereka bercerita tentang kebingungan jadwal baru sekolah—sebagian sekolah memberlakukan dua shift untuk menghindari kerumunan. Dari sini, Nini mendapatkan ide: mengumpulkan data tentang jam masuk dan pulang anak di satu RT.
Setiap sore setelah berkeliling, ia menyusuri gang-gang kecil, mencatat jam kehadiran anak-anak di sekolah dasar dan menengah pertama. Ia bertanya kepada para satpam sekolah, guru, dan beberapa siswa. Data yang ia kumpulkan ternyata menunjukkan variasi kebijakan: ada sekolah yang menerapkan masuk pagi, ada yang menerapkan shift siang, bahkan beberapa menerapkan sistem hybrid dengan pembagian kelas.
Kebiasaan uniknya, Nini mencatat hasil penelitiannya di aplikasi catatan di ponsel. Ia memberi tanda warna hijau untuk sekolah yang memberlakukan shift pagi, kuning untuk siang, dan merah untuk yang masih daring serentak. Tujuannya agar data ini bisa menjadi referensi orang tua saat menyesuaikan jadwal kerja mereka. Setiap informasi ia sampaikan lewat grup WhatsApp komunitas RT, sehingga semakin banyak warga yang terbantu.
3. Tantangan Jualan Keliling dan Adaptasi Pasar
Jualan keliling ternyata tidak mudah. Ada hari hujan lebat saat pisang hampir busuk jika tak laku. Pernah pula ia kehabisan pisang di tengah jalan, sehingga ia harus menunggu pedagang grosir terdekat buka. Selain itu, tantangan logistic muncul ketika pandemi menuntut protokol kesehatan ketat: ia harus memastikan semua yang membeli menjaga jarak dan menggunakan masker.
Meski begitu, Nini tidak menyerah. Ia menyiapkan sabun cuci tangan di gerobak, dan menempelkan stiker kecil berisi pesan protokol kesehatan. Pelanggan pun merasa aman. Dalam seminggu, ia mulai mendapat pelanggan setia—mereka siap membeli lebih banyak hanya untuk mendukung semangat wirausaha Nini.
Adaptasi lain yang ia lakukan adalah menganti menu di hari tertentu. Saat stok sambal matah menipis, ia menawarkan topping cokelat dan keju pada pisang goreng. Ini ternyata disukai anak-anak sekolah yang pulang siang. Nini tertawa sendiri, “Kadang inovasi spontan muncul saat galau lihat stok menipis.”
4. Istirahat Kreatif: Sakura Fortune Pragmatic Play
(Rp 100 Juta Harapan Digital)
Di malam hari, setelah mengembalikan gerobak ke rumah, Nini mengistirahatkan kaki yang lelah. Ia membuka ponsel dan memainkan Sakura Fortune Pragmatic Play. Grafis bunga sakura yang mekar dan simbol patung keberuntungan membuatnya terpesona. Sebelum menghabiskan uang, ia bermain di mode demo selama beberapa jam untuk memahami mekanisme putaran dan fitur bonus.
Setelah merasa cukup terlatih, ia menyisihkan dana kecil dari keuntungan harian untuk bertaruh sungguhan. Tujuannya bukan sekadar menang, tapi belajar mengelola modal ekstra. Ia mencatat setiap putaran: jumlah taruhan, kemenangan, dan kekalahan. Setiap kemenangan kecil ia sisihkan untuk membeli stok pisang tambahan, dan setiap kekalahan ia jadikan pelajaran tentang batasan diri.
Pada suatu titik, ia menuliskan impian besarnya di ponsel: mengumpulkan Rp 100 juta dari strategi yang disiplin ini. “Saya tahu ini ambisius, tapi saya ingin punya cadangan modal yang lebih besar agar usaha saya bisa berkembang menjadi warung tetap,” ujarnya suatu malam sambil menatap layar ponsel yang memunculkan simbol patung emas.
5. Integrasi Data Pendidikan dengan Usaha Kecil
Ketika data jam masuk sekolah sudah cukup banyak, Nini memutuskan membuat presentasi sederhana dalam bentuk infografis. Ia memplot rentang jam masuk, jumlah siswa per shift, dan rekomendasi jadwal ideal. Infografis ini dibagikan di papan pengumuman RT dan grup media sosial komunitas. Banyak orang tua yang terbantu karena mereka bisa menyesuaikan jadwal kerja dengan waktu sekolah anak.
Bukan hanya itu, dalam setiap penjualan pisang, Nini kadang menyelipkan brosur kecil berisi tips memilih jam makan sehat setelah pulang sekolah. Ia percaya, usaha kuliner dan penelitian pendidikan bisa berjalan beriringan: sehat fisik dan sehat ilmu saling melengkapi.
Dalam rapat RT kemudian, beberapa orang tua mengusulkan agar data ini diagendakan setiap semester. Nini hanya tersenyum, “Ini hasil observasi ringan, tetapi jika dikelola serius, bisa menjadi bahan kajian untuk kebijakan warga.” Dengan cara sederhana, ia memadukan usaha kecil dengan literasi pendidikan.
6. Dukungan Komunitas dan Dampak Sosial
Ketika warga melihat dedikasi Nini, banyak yang terinspirasi. Remaja di RT mulai membantu gerobak saat Nini libur, dan beberapa ibu-ibu memberikan modal kecil untuk memperlebar usaha. Bahkan, seorang tetangga menawarkan pinjaman tanpa bunga agar Nini bisa membeli mesin penggoreng otomatis.
Pada bulan kelima, omset usaha pisang goreng Nini meningkat 30%. Sebagian keuntungan ia sisihkan untuk membeli alat tulis dan buku bagi anak yatim piatu di kompleks. Saat data jam sekolah ia bagikan kepada ibu RT, muncul usulan untuk membuat sejarah RT: “RT Pintar”—yang fokus menggabungkan usaha ekonomi dan pendidikan anak.
Dari sisi digital, catatan bermain Sakura Fortune turut menginspirasi remaja untuk memikirkan pentingnya manajemen modal. Beberapa pemuda mencoba membuat kelompok belajar santai setelah jam pulang, membahas matematika sederhana untuk menghitung peluang, mirip dengan perhitungan di game. Inilah contoh integrasi nyata antara hiburan digital dan literasi keuangan.
7. Refleksi: Keseimbangan Antara Usaha, Pendidikan, dan Hiburan
Melihat kembali perjalanan ini, kita belajar bahwa hidup adalah soal mencari keseimbangan. Nini tidak hanya fokus pada usaha kuliner, tetapi juga peduli pada pendidikan anak dan memberi ruang istirahat yang cerdas lewat game. Ia membuktikan bahwa perempuan produktif bisa memanfaatkan subsidi upah dengan cara unik dan bermakna.
Bagi pembaca, mungkin ide ini terdengar kontras: menjual pisang goreng sambil meneliti jam sekolah dan bermain Pragmatic Play. Namun, semangat Nini menunjukkan bahwa setiap aktivitas dapat saling melengkapi. Dari usaha kecil, kita belajar konsistensi; dari penelitian sederhana, kita belajar peduli; dan dari permainan digital, kita belajar mengelola diri.
Pesan terakhir yang ingin disampaikan adalah: jangan takut mencoba hal baru, selama niat kita tulus dan tujuan kita jelas. Jika suatu hari Rp 100 juta itu tercapai, bukan sekadar angka, tapi simbol bahwa setiap langkah kecil yang dipadukan dengan kecerdasan hati akan membawa manfaat bagi diri dan komunitas.